sudut pandang terhadap bencana alam



Beberapa tahun terakhir ini tampaknya bangsa indonesia tak henti-hentinya dilanda bencana. Dari semburan lumpur panas, banjir bandan, gempa bumi, tanah longsor hingga letusan gunung berapi yang menewaskan juru kunci yang bernama Mbah Marijan . Kesemua bencana tersebut selalu memakan korban jiwa dan menyisakan keluh kesah, isak tangis serta ratapan pilu keluarga korban yang ditinggalkan.
            Dalam sudut pandang teologis bencana yang menimpa umat manusia adalah kehendak mutlak Tuhan (itu semua sudah suratan), yang biasa sering kita sebut dengan takdir. Pada hakikatnya harus kita sadari bahwa Tuhan  tidak akan segitu marah (murka) trhadam hambanya.
            Dalam kenyataan  (realitas) munculnya bencana tidak bisa dipisahkan dari sikap serta tingkah laku manusia dalam masyarakat. Dalam contoh serangkaian bencana alam seperti banjir, tanah longsor, semburan lumpur panas. Itu semua menunjukan kecerobohan manusia terkait terkait dalam serangkain peristiwa tersebut.
-seperti kasus yang terkait pada banjir diJakarta dan sekitarnya yang terjadi beberapa hari ini misalnya, ini merupakan akibat dari sikap ceroboh dan tidak disiplinnya masyarakat dalam hal pembuangan sampah tidak pada tempatnya, dan semakin minimnya area penghijauan serta seiringnya dengan gedung-gedung tinggi pencakar langit yang menyebabkan datangnya banjir.
-kasus yang terkait pada longsor merupakan akibat dari penebangan liar (idiologing),hal ini semestinya tidak terjadi jika pemerintah lebih tegas dapat meninjau lebih baik dan lebih tegas lagi terhadap hal tersebut.
-disisi lain yaitu kasus yang terkait pada semburan lumpur panas yang menyengsarakan ratusan ribu penduduk sekitar, karna tempat mereka tinggal serta sarana prasarana fasilitas umum semuanya terendam oleh lumpur. ini semua merupakan bukti ketidak becusan pihak pengelola dan juga pemerintah dalam penanganan proyek tersebut. Semua ini tampak lebih jelas semua ini hanya menyangkut kepentingan segelintir tuan-tuan, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian dan bencana pada orang lain.
            Dari kenyataan ini semua jalas bahwa semua yang terjadi dan contoh tiga bencana yang ada diatas yang menimpa manusia itu adalah merupakan akibat dari ulah manusia sendiri, inilah yang biasa disebut dengan hukum alam. Apakah ini semua teguran dari Tuhan kepada umatnya  agar manusia sadar dan kembali kejalan lebih baik. Maka dari itu kita semua harus introspeksi diri.

KEBUDAYAAN SUKU BADUY (JAWA BARAT)


Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah




 Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi sebelum kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut Jaro. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka.

-Kelompok tangtu (baduy dalam).

             Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang. mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Mereka membuat sebuah Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.
- Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar)
Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.

Mata pencaharian
Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.
 Salah satu hasil yang mereka peroleh, yaitu: